Seputar kerajaan Majapahit

Kemunduran Kerajaan Majapahit (pertama)

Majapahit Prana. Kejayaan kerajaan Majapahit berlangsung cukup singkat, yakni hanya terjadi pada periode pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatihnya yang terkenal yaitu Gajah Mada. Sepeninggal raja Hayam Wuruk, tepatnya pada tahun 1389 M, ia digantikan oleh menantunya (yang juga keponakannya sendiri) yakni Wikramawarddhana (Bhra Hyang Wisesa). Seharusnya yang menggantikan Hayam Wuruk sebagai raja adalah puteri mahkota yang lahir dari permaisuri Paduka Sori, yakni Kusumawarddhani.

Majapahit Prana

Wikramawarddhana memerintah Majapahit mulai dari tahun 1389 M hingga tahun 1400 M, dan kemudian mengundurkan diri untuk menjadi seorang pendeta (bhagawan) serta mengangkat anak keduanya (seorang puteri) yaitu Suhita untuk menggantikan kedudukannya sebagai raja. Pengangkatan Suhita sebagai raja di Majapahit ini ternyata menjadi awal mula timbulnya pertentangan atau kericuhan di dalam keluarga kerajaan, yang pada akhirnya tentu saja melemahkan kedudukan Majapahit sebagai sebuah kerajaan adikuasa pada waktu itu.

Pertentangan tersebut terjadi antara Bhre Wirabhumi (penguasa Blambangan, anak Hayam Wuruk dari selir) melawan Wikramawarddhana (menantu Hayam Wuruk). Pertentangan ini dimulai dari tahun 1401 M yang mencapai puncaknya setelah tiga tahun kemudian, dengan terjadinya huru-hara yang dikenal dengan perang paregreg (perang habis-habisan).

Dalam peperangan tersebut, mula-mula Wikramawarddhana (kedathon kulon) mengalami kekalahan telak, namun kemudian ia mendapat bantuan dari Bhre Tumapel (Bhra Hyang Parameswara) dan dapat mengalahkan Bhre Wirabhumi (kedathon wetan). Bhre Wirabhumi kemudian melarikan diri naik perahu, namun ia dikejar oleh Raden Gajah (Bhra Narapati) yang waktu itu berkedudukan sebagai Ratu Angabhaya (wakil raja). Pada tahun 1406 M Bhre Wirabhumi tertangkap dan dipenggal kepalanya oleh Raden Gajah. Peristiwa peperangan antara Wikramawarddhana dengan Wirabhumi ini disebutkan pula di dalam berita Cina yang berasal dari jaman Dinasti Ming (1368 M – 1643 M).

Meskipun Wirabhumi telah terbunuh, pertentangan antar keluarga kerajaan Majapahit belumlah sepenuhnya menjadi reda. Terbunuhnya Wirabhumi ini menjadi benih balas dendam dan persengketaan keluarga kerajaan itu menjadi berlarut-larut dan pada akhirnya pada tahun 1433 M Raden Gajah dibunuh karena dipersalahkan telah membunuh Bhre Wirabhumi.

Sementara itu masa pemerintahan Suhita sendiri berakhir dengan meninggalnya beliau pada tahun 1447 M (di dharmakan di Singhajaya). Tidak banyak referensi yang dapat digali tentang kondisi Majapahit di bawah pemerintahan Suhita ini. Mengingat, pada masa awal pemerintahannya telah terjadi perang besar, yaitu perang paregreg, yang tentu saja peristiwa ini menghabiskan lebih dari separo kekuatan kerajaan Majapahit, baik dari sisi finansial maupun kekuatan angkatan perangnya. Perang paregreg inilah yang tentu saja dapat kita klasifikasikan sebagai salah satu penyebab utama kemunduran kerajaan Majapahit.

Sepeninggal Suhita, pemerintahan Majapahit dilanjutkan oleh adiknya Bhre Tumapel (Dyah Kertawijaya) yang pada awal masa pemerintahannya (1447 M) telah mengeluarkan prasasti Waringin Pitu (ditulis pada 14 lempeng tembaga) yang berkenaan dengan pengukuhan perdikan dharma (dharma sima) Rajasakusumapura di Waringin Pitu yang telah ditetapkan sebelumnya oleh neneknya Sri Rajasaduhiteswari Dyah Nrttaja (adik Hayam Wuruk) untuk memuliakan Sri Paduka Parameswara Sang mokta ring Sunyalaya. Dalam prasasti tersebut beliau disebutkan bergelar Wijayaparakramawarddhana. 

Pada tahun 1451 M ia meninggal dunia (di dharmakan di Kertawijayapura), dan digantikan oleh Bhre Pamotan (Sri Rajasawarddhana/Bhatara ring Kahuripan). Pada saat menjadi raja, ia tidak berkedudukan di ibu kota kerajaan, namun telah memindahkan pusat pemerintahan Majapahit di Keling-Kahuripan. Hal ini mungkin pula disebabkan karena keadaan politik di Majapahit telah memburuk kembali akibat pertentangan keluarga kerajaan pasca perang paregreg belum juga mereda. Bhre Pamotan ini memerintah Majapahit tidak lama, pada tahun 1453 M ia meninggal dan di dharmakan di Sepang.

Menurut penuturan Pararaton, Majapahit mengalami masa interregnum (kekosongan tanpa raja) selama tiga tahun, yaitu pada tahun 1453 M hingga 1456 M. Sebab-sebab terjadinya peristiwa ini tidak dapat diketahui secara pasti, namun kuat dugaan terjadinya karena sebab perebutan kekuasaan diantara keluarga raja-raja Majapahit yang tidak juga mereda. Hal ini akan terbukti pada tahun-tahun sesudahnya. Pertentangan keluarga kerajaan yang berlangsung secara berlarut-larut tersebut rupa-rupanya telah melemahkan kedudukan raja-raja Majapahit baik di pusat maupun di daerah. Sehingga sepeninggal Bhre Pamotan (Sri Rajasawarddhana) tidak ada seorang pun di antara keluarga raja-raja Majapahit yang sanggup tampil untuk segera memegang tampuk pemerintahan di Majapahit. Peristiwa interregnum ini tentu saja menjadi penyebab kemunduran kerajaan Majapahit secara menyeluruh. Tidak dapat dipungkiri lagi, kemungkinan besar banyak negara-negara bawahan yang telah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit pada masa tersebut, hal ini tentu saja berakibat cakupan wilayah kerajaan Majapahit menjadi susut.


Silahkan melanjutkan ke bagian kedua.

Tag : opini
1 Komentar untuk "Kemunduran Kerajaan Majapahit (pertama)"

Inilah sebab-sebab internal kemunduran kerajaan Majapahit .....

Silahkan berkomentar, jaga tata krama dan kesusilaan, jangan menuliskan link hidup pada kotak komentar. Maaf bilamana terjadi keterlambatan balasan komentar anda

Back To Top