Seputar kerajaan Majapahit

Bukti Kejayaan Majapahit di Sumatera

Majapahit Prana. Daerah-daerah di luar Pulau Jawa yang dikuasai oleh kerajaan Majapahit pada pertengahan abad empatbelas sebagaimana yang diberitakan di dalam Kitab Negarakretagama pupuh XIII dan XIV adalah sebagai berikut :

Di Sumatera : Jambi, Palembang, Dharmasraya, Kandis, Kahwas, Siak, Rokan, Mandailing, Panai, Kampe, Haru, Temiang, Parlak, Samudra, Lamuri, Barus, Batan, Lampung.

Di Kalimantan (Tanjung Pura) : Kapuas, Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Singkawang, Tirem, Landa, Sedu, Barune (Brunei), Sukadana, Seludung, Solot, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjung Kutei, Malano.

Di Semenanjung Tanah Melayu (Hujung Medini) : Pahang, Langkasuka, Kelantan, Saiwang, Nagor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik (Singapura), Kelang, Kedah, Jerai (*).

Di sebelah Timur Pulau Jawa : Bali, Badahulu, Lo Gajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Dompo, Sapi, Gunung Api, Seram,  Hutan Kadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galion, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon atau Maluku, Wanin, Seran, Timor.

Mungkin daftar daerah-daerah di atas terasa agak berlebihan, sebaliknya perlu kiranya dipahami bahwa pengertian daerah bawahan pada abad empat belas (jaman Majapahit) berbeda dengan pengertian koloni atau jajahan dalam jaman modern sekarang ini. Persembahan upeti yang tidak terlalu banyak jumlahnya oleh sebuah daerah tertentu kepada Majapahit, sudah dapat dianggap sebagai bukti pengakuan daerah tersebut terhadap kekuasaan Majapahit dan oleh karenanya maka daerah tersebut dianggap sebagai daerah bawahan Majapahit.

Majapahit Prana

Sebagai misal ialah daerah Pu-ni (Brunei) yang hanya mempersembahkan upeti tahunan berupa kapur barus sebanyak empat puluh kati kepada Raja Majapahit. Kiranya tidaklah dapat dipungkiri bahwa dalam abad ke empatbelas, kerajaan Majapahit merupakan sebuah kekuasaan besar di kawasan Asia Tenggara, menggantikan kedudukan Mataram Kuno dan Sriwijaya, dua buah kerajaan besar yang berbeda dasarnya. Mataram Kuno berbasis agraris sedangkan Sriwijaya berbasis maritim. Kedua basis tersebut dimiliki oleh kerajaan Majapahit.

Penundukkan daerah-daerah di luar Jawa ini baru dilakukan oleh Majapahit setelah seluruh wilayah Jawa Timur dikuasai secara penuh. Pelaksanaannya baru berjalan mulai tahun 1343 M dengan pertama-tama menundukkan Bali, pulau yang paling dekat dengan Jawa. Antara tahun 1343 dan 1347 Pu Adityawarman meninggalkan Jawa untuk mendirikan kerajaan Malayapura di Minangkabau, Sumatera, seperti diberitakan dalam prasasti Sansekerta pada arca Amoghapasa (1347). Pada prasasti itu Adityawarman bergelar "Tuhan Patih". Gelar Tuhan Patih dalam prasasti tersebut menunjukkan bahwa Adityawarman menjalankan pemerintahan di kerajaan Malayapura atas nama raja Majapahit Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani. 

Berita Cina dari Dinasti Ming (W.P. Groeneveldt, Notes on the Malay Archipelago and Malaca, compiled from Chinese sources, halaman 69) menyatakan bahwa pada tahun 1377 Suwarnabhumi (Sumatera) diserbu oleh tentara Jawa (Majapahit). Putera mahkota Suwarnabhumi tidak berani naik tahta tanpa bantuan dan persetujuan kaisar Cina, karena takut kepada raja Jawa (Majapahit). Kaisar Cina lalu mengirim utusan ke Suwarnabhumi untuk mengantarkan surat pengangkatan, namun di tengah jalan dicegat oleh tentara Jawa (Majapahit) dan kemudian dibunuh. Meskipun demikian, kaisar Cina tidak berani mengambil tindakan balasan terhadap raja Jawa (Majapahit), karena mengakui bahwa tindakan balasan tidak dapat dibenarkan.

Sebab utama serbuan tentara Jawa (Majapahit) pada tahun 1377 tersebut adalah pengiriman utusan ke Cina (tahun 1373) yang dilakukan oleh raja Suwarnabhumi tanpa sepengetahuan raja Jawa (Majapahit). Pengiriman utusan tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap status kerajaan Suwarnabhumi yang sebenarnya adalah merupakan negara bawahan Majapahit. Tarikh penundukkan kerajaan Suwarnabhumi kiranya terjadi di sekitar tahun 1350. Keruntuhan kerajaan Suwarnabhumi ini mengakibatkan jatuhnya daerah-daerah bawahannya di Sumatera dan di Semenanjung Tanah Melayu ke dalam kekuasaan Majapahit. Duabelas negara bawahan kerajaan Suwarnabhumi tersebut adalah : Pahang, Trengganu, Langkasuka, Kelantan, Woloan, Cerating, Paka, Tembeling, Grahi, Palembang, Muara Kampe dan Lamuri.

Rupanya daerah Palembang dijadikan batu loncatan bagi tentara Majapahit untuk menundukkan daerah-daerah lainnya di sebelah Barat pulau Jawa. Namun di daerah-daerah tersebut tidak diketemukan piagam atau prasasti sebagai bukti adanya kekuasaan kerajaan Majapahit. Hikayat-hikayat daerah yang ditulis kemudian menyinggung adanya hubungan antara pelbagai daerah tersebut dengan Majapahit dalam bentuk dongengan, tidak sebagai sebuah catatan sejarah khusus. Dongengan-dongengan tersebut menunjukkan sekedar kekaguman terhadap keagungan kerajaan Majapahit.

Sejarah Melayu (Sejarah Melayu, edisi Shellabear, Kisah II) mencatat dongengan tentang kejayaan serbuan Tumasik oleh tentara Majapahit berkat pembelotan seorang pegawai kerajaan yang bernama Rajuna Tapa. Konon sehabis peperangan, Rajuna Tapa kena umpat sebagai balasan khianatnya, berubah menjadi batu di sungai Singapura, rumahnya roboh dan beras simpanannya menjadi tanah. Dongengan itu mengingatkan serbuan Tumasik oleh tentara Majapahit di sekitar tahun 1350, karena Tumasik termasuk salah satu pulau yang harus ditundukkan dalam program politik Gajah Mada, dan tercatat dalam daftar daerah bawahan Majapahit dalam Kitab Negarakretagama pupuh XIII.

Negara Islam Samudra Pasai di Sumatera Utara juga tercatat sebagai bawahan Majapahit. Dongengan romantis tentang serbuan Pasai oleh tentara Majapahit diberitakan dalam "Hikayat Raja-Raja Pasai"  (Hikayat Raja-Raja Pasai, 1819, disalin dengan huruf Romawi oleh J.P.Mead dalam IMBRAS no.66; dibicarakan oleh J.L.A Brandes dalam Pararaton, 1896; dibahas oleh R.O Winstedt dalam karangan "The Chronicles of Pasai", IMBRAS, vol. XVI, 1938; oleh Dr. R. Roolvink dalam karangan "Hikayat Raja-Raja Pasai" di Majalah Bahasa dan Budaya, vol. II no.3, 1954; oleh Prof. A. Teeuw dalam karangan "Hikayat Raja-Raja Pasai" di Malayan and Indonesian Studies, Oxford, 1964), demikian :

Pada pemerintahan Sultan Ahmad di Pasai, puteri Gemerancang dari Majapahit jatuh cinta kepada Abdul Jalil, putera Raja Ahmad, hanya karena melihat gambarnya. Oleh karena itu ia berangkat ke Pasai dengan membawa banyak kapal. Sebelum mendarat terdengar kabar bahwa Abdul Jalil telah mati dibunuh oleh ayahnya. Karena kecewa dan putus asa, puteri Gemerancang berdoa kepada Dewa agar kapalnya tenggelam. Doa itu dikabulkan. Mendengar akan hal tersebut, Sri Nata Majapahit menjadi murka, lalu mengerahkan bala tentara untuk menyerang Pasai. Ketika tentara Majapahit menyerbu Pasai, Sultan Ahmad berhasil melarikan diri, namun Pasai dapat dikuasai dan diduduki oleh tentara Majapahit.

Ekspedisi ke Sumatera ini mungkin sekali dipimpin langsung oleh Gajah Mada sendiri, karena terdapat beberapa nama tempat di Sumatera Utara yang mengingatkan kita akan serbuan ke Pasai oleh tentara Majapahit, dan dongengannya memang ditafsirkan demikian oleh rakyat setempat (H.M Zainuddin, Tarich Acheh dan Nusantara, Bab XVII, hal. 220-236), misalnya sebuah bukit di dekat kota Langsa bernama Manjak Pahit (toponim dari Majapahit). Menurut dongengan tersebut tentara Majapahit membuat benteng di atas bukit itu dalam persiapan menyerang daerah Temiang.

Daerah rawa antara Perlak dan Peudadawa bernama Paya Gajah (Gajah Mada), karena menurut dongeng rawa itu dilalui oleh tentara Majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada dalam perjalanan menuju Lhokseumawe dan Jambu Air, yang menjadi sasaran utama serangannya. Bukit Gajah yang terletak di pedalaman disebut demikian, karena setelah mendarat Gajah Mada beserta bala tentaranya langsung bergerak menuju bukit tersebut. Daerah di sebelah bukit tersebut bernama Meunta (sebuah perubahan dari kata Mada), karena di tempat itulah Gajah Mada membuat persiapan untuk menyerang Pasai. Itulah beberapa nama tempat di Sumatera Utara yang agak mirip dengan Gajah Mada dan Majapahit, oleh karena itu mengingatkan peristiwa sejarah di sekitar tahun 1350, yakni serbuan Pasai oleh tentara Majapahit.

(*) Kesah Raja Marong Mahawangsa, Penerbitan Pustaka Antara, Kuala Lumpur, 1965, hal.79. "Akan pulau Serai itu pun juga hampirlah sangat bertemu dengan tanah daratan besar; maka akhirnya itulah yang disebut orang Gunong Jerai karena ia tersangat tinggi". Lihat juga Paul Wheatley, The Golden Khersonese, hal. 261.


Lanjutkan ke bagian berikutnya.

Tag : informasi
2 Komentar untuk "Bukti Kejayaan Majapahit di Sumatera"

Mantap informasinya, bisa jadi pembuka wawasan baru, trims

Silahkan berkomentar, jaga tata krama dan kesusilaan, jangan menuliskan link hidup pada kotak komentar. Maaf bilamana terjadi keterlambatan balasan komentar anda

Back To Top