Seputar kerajaan Majapahit

Kemunduran Kerajaan Majapahit (kedua)

Majapahit Prana. Setelah masa interregnum berlangsung, maka pada tahun 1456 M tampillah Dyah Suryawikrama Girisawarddhana (salah seorang anak Dyah Kertawijaya, keponakan Suhita), yang semasa ayahnya menjadi raja Majapahit, ia telah berkedudukan sebagai Bhattara ing Wengker. Di dalam Pararaton ia disebutkan dengan gelarnya Bhra Hyang Purwwiwisesa, memerintah selama sepuluh tahun, meninggal pada tahun 1466 M dan di dharmakan di Puri.

Kemudian Bhre Pandan Salas (Bhattara ring Tumapel) menggantikan dan duduk sebagai raja Majapahit, nama lainnya yang terkenal adalah Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawarddhana. Ia meninggal pada sekitar tahun 1474 M. Pada tahun 1468 M, Dyah Suraprabhawa harus menyingkir dari kratonnya karena mendapat serangan dari Bhre Kertabhumi (anak bungsu Sang Sinagara/Rajasawarddhana/Bhre Pamotan). Bhre Kertabhumi berhasil menduduki istana atau kraton Majapahit hingga tahun 1478 M, sementara itu Dyah Suraprabhawa/Bhre Pandan Salas menyingkir ke Daha dan melanjutkan pemerintahannya hingga tahun 1474 M.

Majapahit Prana

Dengan demikian, maka tercatat sejak tahun 1468 M hingga tahun 1474 M terjadi dualisme kepemimpinan di kerajaan Majapahit. Yang pertama adalah Majapahit versi Bhre Pandan Salas yang berpusat di Daha, dan yang kedua adalah Majapahit versi Bhre Kertabhumi yang bisa jadi berpusat di Trowulan. Hal ini tentu saja berdampak buruk terhadap keutuhan kerajaan Majapahit secara menyeluruh. Para raja tidak lagi memikirkan kepentingan rakyat dan keutuhan wilayahnya, namun lebih memperhatikan urusan mempertahankan kekuasaan masing-masing. Hal inilah yang secara otomatis juga menjadi penyebab kemunduran kerajaan Majapahit secara menyeluruh, karena kerajaan Majapahit di pusat telah terpecah belah.

Sepeninggal Dyah Suraprabhawa (Bhre Pandan Salas) pada tahun 1474 M, maka kedudukannya digantikan oleh anaknya Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya (Bhattara i Kling) dan bergelar Paduka Sri Maharaja Sri Wilwatiktapura Janggala Kadiri Prabhunatha, bisa jadi ia tidak berkedudukan di Majapahit, melainkan tetap berada di Kling. Dari gelarnya tersebut dapat kita ketahui bahwa ia tidak berkuasa penuh atas seluruh wilayah kerajaan Majapahit, karena yang sebagian masih tetap berada di bawah kekuasaan Bhre Kertabhumi.

Pada masa awal pemerintahannya, Dyah Ranawijaya ini didampingi oleh seorang rakryan apatih Pu Wahan, sedangkan pada masa akhir pemerintahannya ia didampingi oleh rakryan apatih Pu Udara. Dari babad Tanah Jawi diperoleh keterangan bahwa rakryan apatih Udara ini adalah anak rakryan apatih Pu Wahan, dan semula ia berkedudukan sebagai adipati di Kediri. Di dalam Suma Oriental, Tome Pires menyebutnya dengan nama Pate Udra atau Pate Andura (Pate Amdura). Ia memiliki kekuasaan dan peranan yang sedemikian besarnya, mungkin sekali ia memiliki kedudukan sebagai patih hamangkubhumi seperti halnya kedudukan Gajah Mada pada masa pemerintahan Tribhuwanottunggadewi dan Hayam Wuruk.

Pada masa pemerintahannya, Dyah Ranawijaya berusaha pula untuk mempersatukan kembali seluruh wilayah kerajaan Majapahit yang telah terpecah belah akibat pertentangan keluarga memperebutkan kekuasaan. Untuk melaksanakan cita-citanya itu, maka pada tahun 1478 M ia melancarkan serangan terhadap Bhre Kertabhumi yang pada waktu itu berkedudukan di Majapahit. Perang melawan Majapahit ini tercatat pula di dalam prasasti Jiwu I yang dikeluarkan oleh Dyah Ranawijaya pada tahun 1486 M.

Prasasti tersebut dikeluarkan sehubungan dengan pengukuhan anugerah berupa tanah-tanah di Trailokyapuri kepada seorang brahmana terkemuka Sri Brahmaraja Ganggadhara yang telah berjasa kepada raja (Dyah Ranawijaya) pada waktu perang melawan Majapahit. Dalam peperangan ini Ranawijaya berhasil merebut kembali kekuasaan Majapahit dari tangan Bhre Kertabhumi, dan Bhre Kertabhumi gugur di kedaton. Peristiwa gugurnya Bhre Kertabhumi ini diperingati dengan candra sengkala “sirna ilang kertining bhumi” dan terjadi pada tahun 1478 M.

Dengan demikian sejak tahun 1478 M, Dyah Ranawijaya telah berhasil menguasai kerajaan Majapahit secara keseluruhan, namun tidak diperoleh keterangan secara jelas tentang kondisi negara-negara bawahan Majapahit yang berada di luar pulau Jawa.

Di antara tahun 1518 M hingga 1521 M, kerajaan Majapahit telah ditaklukkan dan kemudian dikuasai oleh Adipati Unus dari Demak. Bagaimana proses penaklukkan Majapahit oleh Demak dan bagaimana nasib para penguasa Majapahit setelah penaklukkan tersebut tidak diketahui dengan pasti. Sumber-sumber tradisi seperti Babad Tanah Jawi, Serat Kanda maupun Serat Dharmagandul hanya dengan samar-samar memberikan gambaran kepada kita tentang bagaimana berlangsungnya penaklukkan Majapahit oleh Demak.
Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda, menyebutkan bahwa raja-raja Demak menyatakan dirinya sebagai keturunan Prabu Brawijaya raja Majapahit. Bahkan di dalam kitab Purwaka Caruban Nagari disebutkan dengan jelas bahwa Raden Patah, pendiri dan sultan pertama Demak adalah anak prabu Brawijaya Kertabhumi (dari perkawinannya dengan Puteri Cina). Sedangkan Adipati Unus adalah anak Raden Patah, jadi Adipati Unus adalah cucu Bhre Kertabhumi secara langsung.

Dengan demikian, apabila benar Demak telah menyerang Majapahit, maka hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari serangkaian perang saudara untuk memperebutkan kekuasaan atas tahta kerajaan Majapahit. Dan serangkaian perang saudara inilah yang pada akhirnya melemahkan eksistensi kerajaan Majapahit sendiri.

Akhirnya didapat suatu kesimpulan bahwa penguasaan Majapahit oleh Demak itu tidaklah terjadi pada tahun Saka 1400 (1478 M), dan bukan pula dilakukan oleh Raden Patah terhadap Prabhu Brawijaya Kertabhumi. Penguasaan Majapahit oleh Demak itu dilakukan oleh Adipati Unus, anak Raden Patah, sebagai tindakan balasan terhadap Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya yang telah membunuh kakeknya, dan hal tersebut terjadi di antara tahun 1518 M – 1521 M.

Demikian uraian tentang kemunduran kerajaan Majapahit secara obyektif berdasarkan fakta-fakta yang terjadi.

Tag : opini
0 Komentar untuk "Kemunduran Kerajaan Majapahit (kedua)"

Silahkan berkomentar, jaga tata krama dan kesusilaan, jangan menuliskan link hidup pada kotak komentar. Maaf bilamana terjadi keterlambatan balasan komentar anda

Back To Top